Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Kamis, Februari 18, 2010

Tiga Sajak Pendek Tentang Rasa Yang Bergelayut di Dada

: untukmu..

sayang
tak pernah sampai aku
ke makna,
tiap kata ini terucap.

namun aku yakin,
sempat mengakrabinya.

bukankah ia yang mencipta bulan yang caya
di bening kau punya mata?
gelisah yang membasahi tiap jengkal kelopaknya,
membisakan aku berenang jelajahi luas samudera
Nya.

rindu
tak lagi ada suara kau.
keluh, cerita, atau sekadar tawa
yang kau selipkan di ujung canda.

kerap aku mengigau,
mungkin kau telah terbiasa, melumatkan duka
tanpa sudi aku kau serta.
sepi
selalu sempat kurapal
mantra sederhana
di pahit kopi yang kusesap,
di asap tembakau yang syahdu kulesap,

hanya sesia doa agar kau baik saja,
senaif pinta agar kau bahagia,
atau mungkin sekosong harap
hening ini takkan membunuhku segera.

mantra perdua malam

kopi
ada kenangan yang karam, mengampas di tubuhnya. kekelaman. kelingaran. mara.. o, luka. o, duka. tak seputih pun suka.

rokok
puih. mengasap buih. melenyap perih. meredam rintih. bergegas, tertatih. o, duhai kau yang mengaburkan nyata dan maya. kemana tuan hendak ajak hamba?

puisi
di tubuh kau semua bias. pias.
o, lekas..

mohon awan pada hujan

: kau..

"jangan terburu ajarkanku
bagaimana menghapus kenangan,
rindu aku akanmu
belum tuntas kupuaskan"

januari, 2010

tentang sajakku

tak perlu berkeras.
siasia kau cari makna.
aku menakdirkan mereka hanya jadi mantra.

di taman

berapa lama kita tak bicara tentang hidup?
yang merindu redup demi redup.
(aku melihat daun yang menggugurkan dirinya. nanti ia akan jadi senyawa berguna bagi inang yang ia tinggal. sungguh, demi cinta ia rela tanggal)

sudah berapa dingin yang engkau cecap?
berapa gerah yang engkau resap?
(bungabunga di tamanmu mulai ngembang. mengungu, memerah,
biru..)

duhai kau yang mencumbu sepi,
nanti bakal ada senyap yang lebih duri.
(rumput liar yang hijau itu seakan enggan melepas napas. meski tubuhnya kau injak, kau tekan hingga lesak)

Desember 2009

di pernikahan kau 2

di luar, hujan menderas. seakan ingin membilas sakit
yang tibatiba menoda di hati.

lengking rinainya seolah coba menghapus sepi
yang seketika menderas di nadi
kami.

tangantangan hujan yang makin rimbun
mengajakku cepatcepat pulang.
ia berbisik: “aku ingin membantu kau menyamarkan
air mata.”

“tak ada air mata,” kataku. “merasuk saja ke dirinya lekas. aku sungguh tahu, air mata
di hatinya lebih deras..”

tahukah kau hujan? suatu ketika, di waktu yang hendak samasama
kami lupa, kami lebih senang memelihara tawa.

lagipula, hari ini kami
sedang tidak ingin
berduka.

Desember 2009

di pernikahan kau

ketika kau ucap ayatayat syahdu,
tersadarlah aku;
tak ada yang selamanya,
yang kini, kelak akan menjadi purba.

ketika bibirnya mengecup lembut ujung dahimu,
pahamlah aku;
yang nyata adalah maya,
dan masingmasing kita dikutuk memahaminya.

ketika tak ada air mata deras di pipimu,
insyaflah aku;
tak guna duka di atas bahagia,
kita telah sama dewasa,

bukan?

di sepi malam

detak detik,
kerik jangkrik,
denting ranting,
derak ombak.

di malam sepi suara seperti sekarang, sungguh tak ada yg lebih aku rindukan selain dengus napas kau yg tertidur lelap di ujung telepon, meninggalkan aku yg tetap terjaga, menjaga agar kenangan tak jadi mimpi buruk di lelap kau malam ini.

tidurlah sayang. aku kembali tak lelap demi mimpimu.

Desember 09

adakala

tak guna berkeras pada tanya.
bukankah kau lebih suka mengosongkan isi kepala
dan menyerah pada ada?

arti yang kuucap, misteri yang kuungkap,
tak pernah kau tanggapi kerap. lalu mengapa kau
paksa aku jelaskan terang pada kau, makna apa
yang kukejar dalam hidup?

tak guna berkeras pada tanya, yang tak bisa kau pahami,
yang tak mudah kau mengerti, walau aku menjawab dengan bahasa
yang lugas sahaja. namun sayang, diamku ini paling tidak bisa buat kau paham,
sebagai manusia, aku sungguh tak sederhana.